Selamat Datang Kembali Warga Biru!

Pemandangan tak biasa nampak dari salah satu sudut di kawasan Jatinangor, ketika sang surya tengah bersiap menunjukkan pesonanya. Hiruk-pikuk mahasiswa nampak kembali bergema dari pelataran kawasan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran, Terlihat segerombolan ‘warga biru’ alias mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad tengah berbaris dengan rapi mengikuti arahan dari panitia Tur Kampus Jurnalistik, pada Senin (23/05/2022) pagi. Momen tersebut sekaligus menjadi perayaan bersama bagi mahasiswa ‘angkatan Corona’, dengan bercengkrama bersama teman seangkatan hingga tertawa lepas dalam suasana penuh kebahagiaan.

Mulih Deui ka Jatinangor

Tur Kampus Jurnalistik sendiri merupakan acara kolaborasi Prodi Jurnalistik bersama Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (HMJ) Universitas Padjadjaran, agar mahasiswa angkatan 2020 dan 2021 menikmati suasana perkuliahan sesungguhnya di Jatinangor setelah absen dua tahun akibat pandemi Covid-19. Acara ini pun sekaligus merupakan wujud dari rencana pelaksanaan kuliah hybrid, dan berbagai fasilitas diperkenalkan seperti ruangan kelas, laboratorium, perpustakaan, dan lain sebagainya. Senyum raut wajah dan penuh semangat terpancar dari setiap mahasiswa Jurnalistik, tak sabar ingin segera menjalani perkuliahan luring di Jatinangor.

“Senang dan tentunya excited banget (mengikuti Tour Campus), karena akhirnya bisa ketemu langsung sama dosen-dosen dan teman-teman yang selama ini ketemu di zoom. (Kemudian), bisa lihat alat-alat yang digunakan untuk penyiaran gitu, (jadi) berasa anak jurnalistik banget soalnya,” ungkap Angel salah satu mahasiswi Jurnalistik angkatan 2021 asal Medan.

Rekan satu angkatannya, Tata juga merasakan hal yang serupa dimana Ia merasa senang bisa bertemu dengan teman-teman secara langsung dan saling menyapa. Pertemuan tersebut juga disebut sebagai momen sekali seumur hidup yang tidak bisa didapatkan lewat pembelajaran secara daring alias online. Meski demikian, hal yang berbeda justru dialami oleh Nisya yang masih merasa canggung ketika bertemu dengan teman satu angkatan. “Jujur masih canggung sih, karena baru pertama ketemu juga kali ya, jadi kerasanya tuh masih yang kayak bingung mau ngajak ngobrol gimana yang pas. Terus kerasanya baru masuk ke suasana baru juga jadi masih terasa asing aja buat masuk dan sosialisasi langsung di tempat yang baru gitu,” ujarnya.

Lewat acara tersebut, mimpi yang selama ini didambakan oleh mahasiswa Jurnalistik angkatan 2020 dan 2021 untuk bisa menghampiri Kampus Jatinangor dan berkumpul bersama teman-teman, telah berhasil diwujudkan. Sebelumnya, pandemi Covid-19 memaksa banyak mahasiswa mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan teman maupun melihat indahnya bangunan dan fasilitas Fikom, maupun Universitas Padjadjaran secara keseluruhan.

“Ekspektasi aku dari Fikom dan Unpad sih sebenernya tinggi banget ya kalau soal kampus. Terus pas dateng langsung, alhamdulillah banget bener-bener nggak mengecewakan dari segi bangunan dan fasilitasnya. Walaupun gedung Fikom dan Unpad nggak se-modern kampus UI, tempat aku UTBK, tapi Fikom itu kayak masih otentik gitu,” ungkap Aini salah satu mahasiswi Jurnalistik angkatan 2021 asal Bekasi.Euforia pertemuan perdana secara langsung di Unpad, tentu saja membuat sejumlah mahasiswa Jurnalistik bersiap diri untuk menyambut kuliah luring. Sejumlah mahasiswa bahkan sudah mempersiapkan kebutuhan tempat tinggal di wilayah Jatinangor, namun terdapat pula yang memilih pulang-pergi dari Bandung. Pastinya, mereka ingin harapannya untuk perkuliahan secara luring bisa dilaksanakan segera, walaupun terdapat pula yang masih betah menjalani perkuliahan online.

Mending Offline atau Online?

Perjalanan umat manusia menghadapi pandemi Covid-19 boleh dikatakan hampir usai, namun tentu saja bekas-bekas peninggalannya takkan pernah selesai. Termasuk salah satunya ketika perkuliahan secara daring alias online diberlakukan, walau awalnya terasa menyulitkan namun ujung-ujungnya kita justru malah dibuat nyaman. Cukup mempersiapkan perangkat seperti gadget atau laptop, kemudian duduk manis di depan layar tanpa perlu bebersih diri, serta jadwal perkuliahan yang fleksibel menjadi alasan tersendiri para mahasiswa menikmati kuliah online.

“Berasa seneng belajar di rumah, enggak harus ke tempatnya langsung. Kasarnya kayak ‘libur’ tapi tetep sekolah gitu. Terus selama online tuh, kerasa lebih fleksibel aja kayak tetep bisa kuliah dimana aja, kapan aja, enggak harus dateng ke suatu tempat kayak mahasiswa gitu,” ujar Nisya.“Sebetulnya seru loh bisa sambil ngapa-ngapain gitu, kebetulan aku juga sambil magang karena kuliah online tuh bisa ngebagi waktu ke hal-hal yang lain,” ujar Tata.

Terlepas dari kenyamanan yang ditawarkan, perkuliahan daring nyatanya juga menciptakan berbagai kisah penuh pilu sampai-sampai kepala jadi dibuat kliyengan. Mulai dari berkurangnya kemampuan mahasiswa memahami materi, interaksi dalam ruang perkuliahan cenderung sunyi-senyap, miskomunikasi dalam pemberian tugas, hingga sulitnya berinteraksi dengan teman seangkatan secara langsung. “Tapi ya kalau soal dukanya gue nggak bisa ketemu temen-temen. Terus dalam pemberian tugas suka ada misscom gitu, jadi lebih bingung aja kadang,” ungkap Aini.

Bukan hanya itu saja, salah satu penyakit andalan mahasiswa ketika menjalani perkuliahan daring adalah jaringan internet yang selalu saja ngadat alias bermasalah. Apalagi bagi sejumlah mahasiswa di luar wilayah metropolitan, rasa penuh gairah mengikuti perkuliahan justru tergantikan dengan rasa amarah hanya karena persoalan sinyal semata. “Jaringan di rumah aku tuh buruk banget pas awal-awal maba kayak buat on-cam aja susah, padahal masih excited-excitednya buat belajar, cuman ya seiring berjalannya waktu jadi membaik,” ungkap Angel.

Lebih lanjut soal penugasan, para mahasiswa kerap kali menjumpai jurang-jurang nan menyulitkan dalam mencari berbagai data-data di lapangan. Angel pun menuturkan pengalamannya saat mengerjakan penugasan mata kuliah Lingkup Jurnalistik, berupa shadowing atau melakukan pengamatan terhadap kegiatan maupun wawancara bersama wartawan media massa. “Waktu itu aku sempat kesulitan shadowing, wawancara wartawan, karena di daerah aku tuh dikit banget wartawannya, gak jelas lembaganya, kayak aku harus nyari kemana. Kalau dibandingin teman-teman yang lain, pada bareng-bareng ngerjainnya ke Kompas, Kumparan, aku susah banget buat nyarinya,” ujar Angel.

Terselenggaranya acara Tur Kampus Jurnalistik kemarin, jelas membawa harapan besar bagi seluruh mahasiswa untuk segera menikmati perkuliahan yang sesungguhnya. Mulai dari merasakan atmosfer pembelajaran di kelas, bertegur sapa dengan teman-teman seangkatan hingga menghabiskan waktu bersama di kampus seharian penuh tentu menjadi hal yang sangat didambakan oleh mereka. “Prefer offline sih, soalnya pengen ngerasain kehidupan kampus secara real gimana. Pengen ngerasain juga diskusi langsung, kerja kelompok langsung, pokoknya segala hal yang ketemu sama temen deh pokoknya,” ungkap Aini.

Meski sinyal-sinyal perkuliahan secara hybrid maupun offline telah bergema, nyatanya terdapat pula sejumlah mahasiswa memilih untuk tetap menjalani perkuliahan secara daring karena sejumlah pertimbangan. Seperti halnya Tata, Nisya, maupun David, mahasiswa Jurnalistik angkatan 2021 asal Bandung yang memilih untuk tetap dilaksanakan secara online karena merasa lebih fleksibel dan efisien untuk menyesuaikan dengan kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan, maupun memprioritaskan mahasiswa lainnya yang belum pernah menginjakkan kaki ke Jatinangor.

“Inginnya bisa segera full luring, ngampus, dan ketemu bareng di Nangor. Cuman karena masih proses adaptasi juga, kayaknya aku pribadi lebih prefer untuk online atau hybrid aja. Soalnya pengen ngasih kesempatan teman-teman yang lain yang emang belum pernah dateng ke kampus, disamping juga belom dikasih ‘lampu ijo’ buat ngekos karena gatau juga offline spesifiknya kapan,” ujar David.

‘Perang Dingin’ Menuju Kampus

Penampilan, kini rasanya telah menjadi kosakata andalan banyak kawula muda dalam beraktivitas, utamanya ketika menjalani perkuliahan offline. Terlebih sebagai bagian dari barisan ‘anak komunikasi’, acapkali orang-orang di luar sana menganggap mahasiswanya kerap mengikuti tren fashion kekinian. Jelas saja, hal ini dimanfaatkan oleh banyak mahasiswa dengan mengotak-atik pakaian agar terlihat trendy dan catchy ketika berada di kampus sekaligus menjadi pusat perhatian banyak kalangan.

Bicara seputar keseruan dalam Tur Kampus Jurnalistik kemarin nyatanya bukan hanya bersumber pada antusias mahasiswa menghadapi perkuliahan offline, namun juga terpancar dari busana yang mereka pakai menuju Kampus Jatinangor. Terlihat sejumlah mahasiswa cenderung memilih vintage style dengan dominasi warna lembut dan pastel yang dipadukan dengan kemeja polos, maupun kemeja bermotif kotak-kotak agar memberikan pula kesan old-school saat beraktivitas.

Gue kalo ke kampus pake baju adat (khas) Nangor, kemeja kotak-kotak,” ungkap Abid, salah satu mahasiswa Jurnalistik angkatan 2020.

“Biasanya sih outfit ke kampus paling pake kaos terus luarnya kemeja atau pake yang bahan rajut gitu,” ungkap pula Temi, mahasiswi Jurnalistik angkatan 2021 yang cenderung menggunakan kemeja sebagai outer pakaian.

Terlepas dari ‘perang dingin’ dalam urusan berpakaian, faktor kenyamanan jelas perlu menjadi prioritas utama melebihi unsur kekinian semata. Abid menjelaskan bahwa sebetulnya tidak ada ketentuan khusus dalam berpakaian menuju kampus, selama nyaman dan terlihat sopan oleh banyak kalangan. “Menurut gue, lo ke kampus bisa pake apapun. Sebenernya bisa apa aja asal sopan, dan yang pasti senyaman lu nggak ada yang gimana-gimana yang penting sopan dan nyaman,” ujarnya.

Senada pula dengan Abid, Temi pun menambahkan bahwa apabila ingin terlihat menarik dan up-to-date dengan perkembangan fashion, hal tersebut bisa diatasi dengan cara mengkreasikan pakaian sesuai keinginan agar tidak terlihat ‘itu-itu aja.’ “Sebenernya tuh menurut gue, masalah bagus atau enggaknya suatu outfit tergantung cara lu ‘memadu-padankan’ mereka aja. Apalagi buat outfit repeater seperti gue, (dan) kalau gamau keliatan itu-itu aja coba satu baju itu tu lu kreasiin sama celana atau aksesori lain atau bisa dijadikan layer juga biar gak bosen,” ungkap Temi.

Offline Starter Pack ala Anak Jurnal

Pada bagian sebelumnya, hampir sebagian besar mahasiswa Jurnalistik di luar wilayah Bandung sudah mempersiapkan diri untuk menetap di Jatinangor, walaupun belum ada kepastian kapan pelaksanaan kuliah offline mulai kembali berjalan. Lokasi, fasilitas pendukung, keamanan dan kenyamanan, maupun kebebasan tentu merupakan faktor utama bagi mahasiswa dalam memilih kos. Seperti halnya Isa, salah satu mahasiswi Jurnalistik angkatan 2021 asal Bogor yang memilih ngekos di kawasan Cikuda sejak bulan Maret lalu karena bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki menuju Kampus Fikom, serta kemudahan mengakses fasilitas olahraga.

“Meski jalannya sedikit turun-menanjak, Cikuda justru tetep jadi pilihan gue untuk tinggal ya karena deket dari Unpad (sehingga) tinggal jalan kaki aja, kedua karena nggak terlalu deket dari jalan raya, sama yang bikin gue semakin betah tinggal di sini adalah mudah dalam mengakses fasilitas olahraga, seperti kolam renang yang jaraknya cuma 100 meter dari kost,” ujar Isa.

“Udah ngekos di Pondok Harmoni, dan alasan tinggal di sana karena deket banget dari Gerlam Unpad, ada jalan pintas gitu deh pokoknya. Terus tempatnya nyaman dan deket sama tempat makan kayak Pujasera, yah walaupun agak struggle di jaringan karena gak ada Wifi,” ungkap Aini yang kini tinggal di wilayah Ciseke sejak bulan Januari lalu.

Berbeda dengan Isa dan Aini, Ari, mahasiswi Jurnalistik angkatan 2021 lainnya dari Tangerang Selatan ini memilih untuk ngekos di wilayah Sayang, tepatnya Perumahan Puri Indah. Meskipun terbilang cukup jauh dengan kampus, namun Ari memilihnya sebab nyaman dan menjadi rekomendasi bagi yang kurang begitu menyukai hingar-bingar keramaian. 

“Kostku di perumahan Puri Indah, milih di situ karena kostnya nyaman banget walaupun agak jauh. Menurut gue cocok buat orang-orang yang kurang suka keramaian tapi gak ngekost di ujung dunia banget hehe,” ujarnya.

Makanan Enak di Jatinangor, Ada Apa Aja, Sih?

Menghadapi perkuliahan luring di kampus, tentunya perlu ada persiapan tentang akomodasi, baik tempat tinggal, transportasi, maupun makanan. Sebagai kota pendidikan, tentunya Jatinangor mempunyai banyak tempat makan yang enak dengan harga yang terjangkau untuk kantong mahasiswa. Berikut ini adalah rekomendasi makanan yang disarankan oleh salah seorang mahasiswa jurnalistik angkatan 2021, Khairunnisa Mukminin.

Gadis yang akrab dipanggil Isa itu mengatakan bahwa makanan di Jatinangor paling mudah ditemukan di Jalan Sayang dan Ciseke. “Harga murah dengan rasa yang enak bisa ditemuin di daerah Ciseke,” ungkap Isa kepada tim Media Sibiru.

Pujasera merupakan tempat makanan terkenal yang ada di Jalan Ciseke Besar. Pujasera menyediakan suasana ala foodcourt, dimana kita bisa menemukan berbagai counter yang menjual makanan dengan jenis dan harga yang bervariasi. Selain itu, ada juga Rumah Makan Padang Salero Iko yang memberikan porsi kuli dengan harga yang murah kepada para pelanggannya.“Ada Go Milk yang harganya cuma delapan ribu, (ada juga) bihun telor yang adanya di depan Jalan Ciseke, atau sate taichan yang lumayan lah buat ngobatin rindunya Jakarta,” ucap Isa.

Beralih dari Jalan Ciseke, ada banyak makanan enak yang bisa ditemukan juga di Jalan Sayang. Dalam perjalanan menuju Jalan Sayang, kita akan menemukan sebuah kedai dimsum yang identik dengan warna merah.

Nama tempat ini adalah Dimsum Boss. Di sini, kalian bisa menemukan banyak variasi dimsum dengan pilihan topping yang banyak. “Dengan harga delapan belas ribu, lu udah bisa dapat empat dimsum,” ungkap Isa.

Kemudian, saat malam hari, ada tempat makan pecel lele yang terletak di Jalan Sayang. Tempat ini sangat mudah ditemukan, karena berada di area masuk Jalan Sayang, tepatnya di sebelah kanan jalan. Menurut Isa, rasa pecel lelenya standar, tetapi dengan harga yang murah kita bisa mendapatkan porsi nasi yang banyak. Kehidupan mahasiswa tentunya agak sedikit lebih berat dibandingkan dengan masa SMA. Hal ini tentunya disebabkan oleh banyaknya tugas kuliah yang menumpuk.

Oleh karena itu, Isa merekomendasikan Pancong 16 yang terletak di Jalan Sayang. “(Pancong ini) bisa dinikmatin kalau lagi stress sama tugas,” ucap Isa. Berbicara tentang Pancong, Isa sendiri lebih menyukai pancong ¾ matang. Hal ini dikarenakan kepadatan kue lebih terasa dibandingkan dengan pancong ½ matang.

Akan tetapi, kita tetap bisa merasakan gurihnya adonan yang masih basah di atasnya, walaupun tekstur kue yang padat. Jadi, adonan basah di atas kue dapat terasa seperti pelengkap saja.

Bertolak dari Jalan Sayang, ada banyak rekomendasi makanan enak dari Isa yang dapat diakses ketika menuju Jalan Caringin. “Jangan lupa cobain lontong kari yang ada di kiri jalan.”

Lebih lanjut lagi, Isa mengatakan bahwa yang juara dari lontong kari ini adalah potongan ayam yang sangat besar serta kuah kari yang meresap ke dagingnya. Selain itu, ada juga potongan labu yang disajikan bersama lontong kari ini.

“Di depan lontong kari, ada warteg Mutiara Bahari yang pilihan menunya banyak, porsinya besar, juga enaknya kayak masakan mama di rumah. Tiga lauk plus nasi, udah  bisa lu dapetin dengan harga delapan belas ribu,” ungkap Isa.

Rekomendasi terakhir dari Isa adalah makanan yang berhasil mencuri banyak perhatian mahasiswa jurnalistik.

Makanan tersebut adalah Mie Rica yang disajikan oleh Bakmi Cikuda di Jalan Cikuda. Dengan tekstur mie yang otentik disertai kelezatan ayam rica-rica, serta harga yang terjangkau, berhasil membuat sejumlah mahasiswa jurnalistik menyukai Bakmi Cikuda ini.

“Emang wajib hukumnya buat dicoba. Ya, gimana enggak? Teman-teman yang gue rekomendasiin, semuanya suka,” ucap Isa sebagai penutup.

Menyusul pandemi Covid-19 mulai mereda dan berbagai pembatasan aturan kesehatan telah dilonggarkan, kita semua yakin bahwa perkuliahan secara luring alias offline dapat dilaksanakan sesegera mungkin. Lewat kegiatan Tur Kampus Jurnalistik maupun gerak cepat Jurnal-Jurnil menetap di Jatinangor, sesungguhnya tersimpan harapan besar agar Fikom dan Unpad bisa kembali hidup seperti sedia kala, tanpa dihalangi lagi oleh berbagai batasan.

So, kita jaga terus semangat tanpa pernah putus dan sampai bertemu lagi di perkuliahan offline, Warga Biru!

Penulis: Nur Aini Rasyid
Editor: Bethari Setia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *