‘Goyang Karawang’, Kota Berkembang Buruh pun Tenang

Ditulis oleh Mahasiswa Semester 6 yang Sedang Pusing Berat Gegara PBM & Jujuju

Tepat Rabu lalu, kita memeringati Hari Buruh Internasional yang jatuh setiap 1 Mei. Pagi itu jalanan depan Gedung Sate, Bandung dipenuhi massa. Mulai dari para buruh dari berbagai wilayah Jawa Barat, pendatang luar serikat buruh yang nimbrung karena kepo atau simpatik, mahasiswa jurnalistik (terutama Fikom Unpad) yang ditugasi liputan dan motret, sampai mamang-mamang dengan daftar dagangan sepengamatan penulis berupa:

  • Minuman. Air mineralnya mahal sekali, sebotol 300ml goceng. Beuh.
  • Tahu sumedang + lontong
  • Es cendol, es cincau, es goyobod. Yang ini oportunis abis. Massa yang gosong gegara matahari siang bolong pasti butuh yang segar dan manis
  • Telor gulung, cilung, dan sebangsanya
  • Kerak telor
  • Sosis jumbo
  • Rujak buah
  • Balon-balon ‘sayang anak

Terlepas dari daftar dagangan tersebut, massa aksi berisikan buruh Sejawa Barat yang tergabung dalam KSPSI Provinsi Jawa Barat meminta gubernur segera tuntaskan UMSK 2019 yang tak kunjung selesai dan membuat perda tentang pengawasan ketenagakerjaan.

Mengacu pada Permenaker No. 7 Tahun 2013 yang kemudian diubah menjadi Permenraker No. 15 Tahun 2018, UMSK harus ditentukan asosiasi pengusaha sektor bersangkutan dengan serikat pekerja. Namun hingga 1 Mei 2019, asosiasi tersebut tak kunjung terlaksana.

Hal itu bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 berisikan penetapan upah minimum sebagai tanggung jawab negara, bukan berdasarkan perundingan pekerja dan pemberi kerja. Itu pun harus berdasarkan survey pasar oleh dewan pengupahan sesuai kebutuhan hidup layak bagi pekerja lajang dengan masa kerja nol tahun.

“Kalau tagline Gubernur Jawa Barat kan buruh juara lahir batin. Kalau kita bicara lahir batin tentu semua harus bisa diselesaikan. Persoalan upah saja belum selesai, bagaimana kita bisa berbicara juara?” ucap Ketua DPD KSPSI Jawa Barat Roy Jinto Ferianto (01/05).

Karawang Mah Kalem Weh

Hari itu, salah satu penghuni kota dengan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) tertinggi se-Indonesia Dion Untung Wijaya alias Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK –  SPSI) mengisahkan Karawang sebagai kota industri termaju di Indonesia dalam wawancara eksklusifnya dengan Sibiru (01/05).

Sebentar. Sebelum kita terilhami oleh kisah dari tanah Karawang, penting untuk diketahui bahwa sejak 2002 hingga sekarang, UMK Karawang meningkat. Pada 2019, UMK Karawang mencapai Rp 4,2 juta. Nggak heran Karawang digadang-gadang sebagai kota industri termaju. Jelas-jelas, menurut Disnakertrans, Karawang punya hampir 1800 pabrik. Begitu, kawan-kawan.

Kalimat “Karawang punya UMK tertinggi se-Indonesia” memang  menggiurkan. Nggak heran, baik warga asli Karawang atau dari luar kota berlomba-lomba untuk kecipratan kemajuan industri Karawang. Jelas-jelas, UMK Karawang lebih tinggi dibandingkan upah minimum ibu kota tercinta.

Biar nggak ribut, pemerintah setempat mencetuskan Perda Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2011 yang mewajibkan industri-industri mempekerjakan (minimal) 60% warga asli Karawang dan 40% warga luar kota. Dengan komposisi itu, pemerintah berupaya memajukan kualitas hidup warga Karawang, terlebih yang hidup di sekitar kawasan industri.

Memang sih, dalam beberapa kasus warga Karawang merasa tidak adil kalau kesempatan kerjanya harus rebutan sama pendatang. Tapi sebagaimana yang dijelaskan Pak Dion, yang begitu-begitu sebenarnya bisa teratasi asal realisasi perda optimal. Lagi pula, warga Karawang nggak perlu insecure karena sebenarnya, kualitas SDM Karawang lah jurus mujarab kemajuan Karawang.

“Karawang bisa menjadi kawasan dengan UMR tertinggi karena memang dari segi skill, pekerja di Karawang unggul. Karena sudah cukup lama jadi kawasan industri, skill dan attitude-nya bagus. Kalau tempat lain yang baru mulai mungkin susah, dari yang awalnya masyarakat pertanian jadi industri, skill-nya belum ada. Sedangkan di Karawang dengan infrastruktur yang terus dibangun, kesejahteraaan semakin meningkat,” jelas Pak Dion (01/05).

Nggak cuma itu, kuatnya ikatan pekerja Karawang berperan memajukan industri dan kualitas pekerjanya. Salah satunya, SPSI Karawang alias serikat pekerja terbesar di Karawang berfungsi melindungi anggota , meningkatkan kesejateraan anggota dan keluarga, serta membela hak-hak pekerja. Dalam beberapa kasus, pekerja mengalami tindakan kesewenang-wenangan seperti PHK sepihak, intimidasi, atau upah di bawah ketentuan.

Nah kalau sampai terjadi yang begindang, serikat turun tangan biar para pekerja nggak solo fighting.Kira-kira itu yang bikin Karawang digadang-gadang kota industri termaju dengan minimum upah terbesar di tanah air. Jadi, tertarik main ke Karawang, nggak? Udah, nanti saja mainnya tunggu liburan. Sekarang biar saya saja dulu yang ngebolang di Karawang. Pusing nih, liputan PBM (Penulisan Berita Mendalam) meni riweuh kieu. Doain boleh nggak?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *