Menyesalkah Kita Menjadi Mahasiswa Jurnalistik?

Menjelang masa-masa tahun ajaran baru, tidak sedikit dari anak SMA tingkat akhir sudah mulai fokus memilah-milih atau bahkan mengarahkan minat dan bakatnya dalam melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Tentu dengan masifnya perkembangan zaman dan teknologi, kini mereka memanfaatkan media sosial sebagai referensi dalam menentukan pilihan bagi masa depannya. Termasuk TikTok, dimana banyak konten kreator berbagi pengetahuan dan pengalamannya dalam mengejar impian berkuliah di perguruan tinggi. Tak jarang muncul pula berbagai list jurusan, perguruan tinggi, prospek kerja dengan gaji yang menggiurkan, hingga yang terbaru dan sempat jadi trending topic yaitu jurusan yang paling disesali, salah satunya jurusan Jurnalistik.

Kondisi ini jelas berbanding 180 derajat dengan apa yang ditawarkan oleh Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran. Melalui situs resminya, Jurnalistik Unpad merupakan salah satu program studi yang begitu menyiapkan lulusannya agar punya keunggulan berpikir kritis, melalui harmonisasi keilmuan, keterampilan, dan estetika berlandaskan pada Kode Etik Jurnalistik serta sejumlah prospek kerja yang mewadahinya.

Lalu, kenapa sih jurusan Jurnalistik menjadi jurusan yang paling disesali?

Alumni Day “Mau Ke Mana Lulusan Jurnalistik?”

Menjawab pertanyaan itu, Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (HMJ) Fikom Unpad menggelar kegiatan sekaligus ajang silaturahmi dengan para lulusan Jurnalistik Unpad, bertajuk Alumni Day. Mengusung tema “Mau Ke Mana Lulusan Jurnalistik?”, acara talkshow ini mengulas seberapa benarkah penyesalan yang dirasakan oleh para alumni Jurnalistik, dengan melihat prospek kerja yang begitu luas, entah itu sebagai jurnalis ataupun tidak. Salah satu alumni Jurnalistik Unpad angkatan 2013, Ni Putu Trisnanda menilai anggapan tersebut sepenuhnya merupakan penilaian pribadi dan dirinya justru merasa mendapat banyak pengalaman baru, setelah menjadi seorang jurnalis.

“(Kalo) nyesel, (itu sepenuhnya) dibalikin (lagi) ke diri masing-masing. Kalo ditanya nyesel atau nggak, (bisa dibilang) hampir nggak, karena (selalu mendapatkan) liputan yang berbeda-beda dan masih menarik sampe sekarang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Putu, begitulah Ia disapa membagikan pengalamannya melakukan peliputan sebagai seorang jurnalis, entah itu bencana alam, kasus-kasus yang menjadi sorotan publik, bahkan liputan arus mudik – yang menjadi momen berharga baginya sebab tidak menyangka akan bertemu dengan keluarga tersayang. Perasaan ‘jatuh cinta’ Putu terhadap dunia jurnalis, khususnya di televisi, telah muncul sejak masih duduk di bangku kuliah, melalui mata kuliah Produksi Jurnalisme TV (sekarang Jurnalisme Audio Visual). Saat itu, dirinya menggantikan posisi rekannya sebagai presenter demi memperoleh nilai tugas akhir, dan disitulah rasa ‘cinta’ itu bermula.

“Dari situ jadi ngeh kalo produksi TV tuh menarik ya, (dan) ternyata dunia jurnalisme itu bisa dikasih gimmick (juga), bisa dibikin menarik – ini gimana caranya cuma dalam beberapa second, orang nengok sama berita yang kita bikin. Nah, setelah itu, isenglah gimana sih (cara menerapkannya di) televisi,” tambah Putu yang saat ini menjadi jurnalis di Kompas TV.

Senada dengan Putu, alumni Jurnalistik Unpad angkatan 2011, Stefanno Reinard juga tengah menikmati karirnya sebagai jurnalis di salah satu media asing ternama, Reuters. Sejak lulus dari Jurnalistik Unpad, Pepen, begitulah Ia akrab disapa mengaku sempat menjadi pebisnis dengan membuka usaha makanan bersama rekan seangkatan. Awalnya, Pepen merasa yakin dengan seorang pebisnis akan mendapatkan banyak penghasilan, serta tidak begitu tertarik menjadi jurnalis yang Ia nilai harus bekerja selama 24 jam nonstop.

Abis lulus (dari Jurnalistik Unpad), sempet jualan makanan dulu setahun, udah fokus gamau jadi wartawan sama sekali. Berharap jadi pebisnis sukses gitu,” ujar Pepen.

Namun, setelah usahanya berjalan, nyatanya Pepen justru merasa tidak cocok dengan profesinya sebagai seorang pebisnis. Alhasil, Ia pun berpikir untuk ‘banting setir’ dengan bekerja di industri media, dan spesifiknya bekerja di media asing – melihat prospek kerja sebagai wartawan yang mampu berbahasa Inggris sangatlah luas. Saat ditanya seru-tidaknya bekerja di media asing, beginilah menurut Pepen:

Kalo ditanya serunya bekerja di media asing, ya di media asing bisa ngubah perspektif cara ngeliat Indonesia juga sih. Ternyata orang asing ngeliat apa yang kita nggak lihat dan harus jelas juga. Jadi sekalian belajar untuk (berpikir) logika.”

Memilih Bertahan Sebagai Jurnalis

Bertahan sebagai seorang jurnalis, Putu menjelaskan bahwa Ia mendapat banyak pengetahuan dan pengalaman baru dari proses menciptakan sebuah berita. Setiap video berita yang dihasilkan, membuatnya merasa memiliki keuntungan. Keuntungan berupa pengetahuan ataupun kesempatan. Hal serupa juga dirasakan Pepen sebagai jurnalis di media asing. Ia menjelaskan bahwa : 

Ternyata ada banyak hal (yang bisa dipelajari sebagai jurnalis), kayak yang dibilang Putu, kita jadi bisa belajar (dari setiap kasus dan liputan) tapi dibayar. Ditambah (belajarnya) langsung dari narasumber utama (narasumber yang ahli dari setiap kasus).” 

Lulus dari Jurnalistik Cuma Jadi Jurnalis Aja?

Jawabannya, tentu tidak. Alumni Jurnalistik Unpad angkatan 1991 sekaligus sutradara kawakan, Andi Bachtiar Yusuf bahkan tidak merasa menyesal dengan jalan hidup yang hingga kini Ia tempuh. Terlebih, dengan skill yang Ia miliki dalam bidang menulis, Ucup, begitulah Ia disapa mendapatkan banyak pujian dari rekan-rekan kerjanya yang menganggap dirinya memiliki insting seorang jurnalis.

“Kita udah punya insting jurnalis, tinggal gunain aja buat bikin-bikin konten yang menarik,” ungkapnya.

Sementara itu, meski menjadi jurnalis bukanlah suatu keharusan, Putu menambahkan jika yang perlu disiapkan sebagai ‘bekal’ oleh mahasiswa Jurnalistik adalah kemampuan komunikasi yang mumpuni. Bukan hanya itu, seorang jurnalis dituntut untuk mampu membaca informasi secara cepat, tepat, dan mengedepankan rasa kemanusiaan. Serta, dapat memahami betul karakteristik produk jurnalisme dan fokus pada bidang yang disukai.

Penyesalan dalam memilih jurnalistik? Ketiga narasumber yang dihadirkan dalam Alumni day untuk ditinjau lebih dalam, sepakat tidak menyesali piihan mereka. Banyaknya keuntungan yang didapat seperti bertambanhnya pengetahuan dan pengalaman, adanya peluang dan kesempatan yang hanya dimiliki seorang jurnalis serta kebermanfaatan ilmu yang bisa diterapkan tidak hanya dalam profesi yang berkaitan dengan jurnalis, tetapi juga profesi di luar junalis. Setiap orang dapat memanfaatkan celah yang ada untuk memaksimalkan potensinya, termsauk seorang jurnalis. Penyesalan di dalam diri tergantung bagaimana seseorang melihat situasi dan mencari cara mengatasinya sama seperti seorang jurnalis melihat suatu peristiwa dan memprosesnya untuk menghasilkan berita.

Penulis : Rahmita Adinda
Editor : David Kristian
Designer : Faradiva Maharani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *