Video on Demand: Bagaimana Nasib Bioskop dan Televisi Konvensional?

Layanan video on demand (VoD) sedang berkembang pesat hari ini. Kesadaran masyarakat akan hadirnya teknologi dan kemudahan akses internet telah memperluas pasar layanan video on demand. Adapun dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, pengguna layanan video tersebut semakin meningkat akibat masyarakat banyak menghabiskan waktunya di rumah.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu on demand. Layanan on demand adalah layanan yang menyediakan barang atau jasa ketika konsumen sedang menginginkannya. Layanan ini mnyediakan film atau serial televisi melalui sebuah platform yang dapat ditonton oleh pelanggannya kapan pun dan di mana pun. Adapun berbagai perusahaan yang menyuguhkan layanan video on demand yakni Netflix, Diney+ Hotsar, Hulu dan lainnya.

Layanan video on demand mulai dikenal secara luas pada pertengahan dekade 2000-an. Layanan ini muncul sebagai perkembangan dari bisnis penyewaan DVD yang beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Terobosan ini dipelopori oleh Netflix setelah hubungan kerjasamanya dengan Blockbuster—perusahaan besar penyewaan DVD—diputus.

Pengguna layanan video on demand kini pun terus meningkat. Menurut Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT), Heru Sutadi yang dilansir dari Tempo.co, terdapat satu juta pengguna layanan video on demand pada platform Netflix sendiri. Jumlah ini belum termasuk layanan lainnya seperti Viu, iFlix, dan beberapa platform yang populer di Indonesia. Menurutnya juga, tren ini akan terus meningkat karena kondisi pandemi yang membatasi masyarakat untuk menonton di bioskop.

Peningkatan jumlah pelanggan video on demand akan menjadi pasar yang baru dalam promosi penjualan film dan berpotensi untuk mengambil pasar penonton bioskop secara signifikan. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti kemudahan akses layanan, penghematan biaya, dan dalam masa kini faktor pandemi yang menuntut masyarakat agar tetap di rumah. Hal ini terbukti dengan penambahan 15,8 juta pelanggan Netflix secara global selama pandemi (Katadata.co.id, 2020).

Bisnis Perfilman di Indonesia

Lalu apakah perkembangan layanan video on demand akan berpengaruh terhadap bisnis perfilman di Indonesia? Berdasarkan data dari filmindonesia.org, jumlah penonton bioskop di Indonesia selalu meningkat meskipun pada interval 2020 ini layanan video on demand sudah populer di Indonesia. Di tahun 2015, terdapat 16,2 juta orang yang menonton bioskop di Indonesia dan 60 juta orang pada tahun 2019. Peningkatan ini menunjukkan bahwa bisnis bioskop meningkat setiap tahunnya.

Ini menandakan bahwa bioskop konvensional masih menjadi pilihan masyarakat sebagai fasilitas menonton film. Menurut Putri Chairunisa, seorang mahasiswi yang berlangganan video on demand, bioskop masih menjadi pilihan utamanya ketika ingin menonton film baru. Hal ini dikarenakan kelebihan yang dapat dirasakan saat berada di dalam studio bioskop, seperti kualitas suara

yang lebih baik, ukuran layar yang lebih luas, dan terhindar dari permasalahan teknis, seperti kehilangan koneksi ketika menonton film.

Putri menghabiskan waktu hingga lima jam pada hari produktif dan hampir 24 jam pada hari yang senggang untuk menonton di layanan video on demand. Acara yang dia tonton adalah serial yang memiliki banyak episode dan film-film yang telah lama rilis . Artinya, Putri hanya menggunakan layanan video on demand ketika ingin menonton film secara maraton atau dikenal dengan istilah binge– watching.

Bisnis perfilman bioskop tidak akan tutup semata-mata karena perkembangan layanan video on demand yang semakin meningkat. Menurut pengamat ekonomi digital Heru Sutadi, bioskop memiliki kelebihan tersendiri dalam penyajian film. 

Namun, selera pasar tetap berada di tangan konsumen. Mereka yang berhak memilih untuk menggunakan layanan mana. Permasalahan pelanggan dapat diserahkan kepada kompetisi pasar seperti yang terjadi pada kasus angkutan online dan angkutan konvensional yang memiliki masalah sama dengan bioskop dan video on demand ini.

Di sisi lain, Dosen Film dan Televisi ISI Yogyakarta Agustinus Dwi mengatakan, bioskop telah mengambil suatu tindakan dalam merespons situasi pandemi ini. Contohnya yakni dengan menghadirkan website bioskoponline.com. Selain itu, menurutnya layanan video on demand dan bioskop bisa saja menjadi sebuah persaingan yang saling menguntungkan. Film yang tidak ditayangkan lagi di bioskop masih bisa dialihkan ke layanan video on demand sebagai platform alternatif.

Pengaruh ke Dunia Televisi

Kepopuleran layanan video on demand pun memiliki pengaruh yang merambah hingga layanan konvensional lainnya yakni pertelevisian. Berdasarkan riset dari Statista.com, penjualan layanan streaming melalui video on demand diprediksi akan meningkat 11% secara global di tahun 2020, sedangkan pendapatan televisi konvensional secara global akan menurun hingga 6%.

Layanan video on demand pun berpotensi menggeser televisi konvensional. Dikutip dari nielsen.com, rata-rata waktu yang dihabiskan konsumen di Indonesia untuk menonton televisi tidak berubah secara signifikan selama tiga tahun yaitu dari 4 jam 54 menit per hari pada 2016 hingga 4 jam 59 menit pada 2019. 

Di sisi lain, waktu yang dihabiskan untuk menggunakan internet semakin naik yaitu 2 jam 26 menit per hari pada 2016 menjadi 3 jam 20 menit di tahun 2019. Hal itu mengindikasikan pergeseran perilaku konsumen yang lebih banyak menghabiskan waktunya melalui aktivitas online yang merupakan keuntungan tersendiri bagi penyedia layanan streaming.

Dalam merespons persaingan tersebut, TV konvensional di Indonesia sudah mengambil ancang-ancang menuju peralihan digital. Dilansir dari tirto.id, Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik MNC Group sudah mempersiapkan me.tube sebagai platform digital. 

Ke depannya, TV konvensional harus menggarap konten digital agar tetap bisa menarik penonton. Tidak dapat dimungkiri lagi, era digital membuka semakin banyak alternatif atau pilihan untuk konsumen bisa menikmati suatu hiburan. Layanan video on demand pun hadir dengan kemudahan aksesnya di mana saja dan kapan saja. 

Dengan perkembangan dan perubahan perilaku konsumen di masa pandemi yang semakin memilih untuk streaming online, beberapa layanan konvensional pun mulai mengambil langkah untuk membua berbagait platform digital.

Ditulis oleh: TIM CGVIU, Mahasiswa Jurnalistik 2020
Editor: Indah Evania Putri

Please enable JavaScript in your browser to complete this form.
Name

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *