The Panturas: Dari Tongkrongan, ‘Berlayar’ Jadi Idaman!

Percaya nggak, kalau anak tongkrongan yang sering dibilang kerjanya cuma jadi pengacara a.k.a. pengangguran banyak acara, mampu berhasil menjadi seorang musisi idaman banyak kawula muda? Hmmm, kalau nggak percaya, agaknya kalian semua harus ‘sembah sujud’ dulu nih sama salah satu musisi indie asli Jatinangor yang sukses membuktikan anggapan tersebut, apalagi kalau bukan The Panturas..!

The Panturas bersama Sibiru di Teras Fikom

Berawal dari sekedar nongkrongnongkrong santai di Teras Fikom, entah dari mana datangnya keempat personel The Panturas ini ngebet untuk ngeband hanya dengan modal preferensi musik yang sama. Tak disangka, keisengan yang terjadi delapan tahun lalu, nyatanya manjur membawa mereka untuk bisa ‘berlayar’ di atas panggung. Bukan cuma sebatas antar fakultas Unpad saja, perlahan tapi pasti The Panturas juga ‘mengarungi ombak’ ke berbagai daerah, hingga bisa ikut manggung bareng salah satu band asal Inggris, FUR, di acara The Sounds Project 2022.

Dibentuk oleh Surya Fikri alias Kuya sebagai drummer yang menggandeng Rizal Taufik alias Ijal sebagai gitaris, The Panturas mulai melirik bibit-bibit baru yang punya kesamaan visi maupun aliran genre musik. Kemudian, satu-persatu bibit tersebut mulai bermunculan seperti Abyan Nabilio alias Acin sebagai vokalis dan gitaris, serta Bagas Patria alias Gogon sebagai bassist. Ketika bibit-bibit itu telah terkumpul, pada tahun 2015 The Panturas resmi terbentuk dan memulai perjalanannya di awal tahun 2016.

Kisah Manis Jatinangor ala The Panturas

Sudah pasti, Jatinangor terutama Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad adalah tempat yang memberi kesan berharga di hati setiap personel The Panturas. Bukan hanya sekedar menjadi titik awal bagi mereka berlayar, bagi mereka Jatinangor adalah ‘rumah’ yang memberi mereka kesempatan mengembangkan diri menjadi salah satu musisi indie ternama di blantika musik Tanah Air. Seperti yang diungkapkan oleh Gogon, dimana Jatinangor merupakan salah satu tempat terpenting dalam hidupnya, bahkan hingga kini nyawa kehidupan dari Jatinangor, masih terbawa oleh dirinya hingga kini.

“Kalo nggak ketemu Jatinangor, mungkin gue nggak seperti gue sekarang. Banyaklah Jatinangor merubah gue,” ujar Gogon.

Senada dengan Gogon, baik Acin maupun Ijal sepakat bahwa Jatinangor merupakan rumah yang menyenangkan sekaligus mengingatkan kembali masa-masa hidup merantau sebagai mahasiswa. Berbeda dengan ketiga temannya yang merupakan pendatang, bagi warga lokal seperti Kuya, Jatinangor adalah ruang pertukaran budaya yang bebas, sebab beragamnya teman-teman dari berbagai kota telah memberi hal-hal dan pengetahuan baru, tanpa memandang status apapun.

“Nangor tuh jadi tempat pertukaran culture yang enak. Gue sebagai orang sini kalo nggak ketemu orang dari luar kota yang bawa pengetahuan baru, gue pun nggak bakal jadi yang kayak sekarang. Banyak hal yang bisa dieksplor dari Nangor, karena disini nggak mandang siapa dan darimana,” ungkap Kuya.

Pada akhirnya, betul apa yang disampaikan oleh Kuya, Jatinangor bukan hanya dikenal sekedar tempat mencari ilmu, namun di dalamnya terdapat peleburan budaya dan pengetahuan, yang menjadi sebuah pengalaman tak ternilai. Setiap sudut di wilayah ini, khususnya Fikom Unpad telah memberi kesan berharga bagi The Panturas. Meski sejauh mereka telah mengarungi luasnya lautan, tanpa Jatinangor, mungkin The Panturas hanyalah sebatas kumpulan anak tongkrongan biasa yang bersenandung ria, tanpa pernah membayangkan dirinya akan menjadi idaman bagi segenap Anak Buah Kapal di penjuru negeri. 

“Kalo nggak ada Jatinangor, nggak ada The Panturas,” pungkas Gogon.

Penulis : Naura Zahrani Purti
Editor : David Kristian
Designer : Widi Naufal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *