Sumpah Pemuda: 5 Kisah yang Harus Diceritakan

Akhir bulan Oktober selalu menjadi momentum yang tepat untuk mengingat kembali kalimat dari Soekarno, yaitu “beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kalimat yang sederhana, tetapi akan selalu menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya.

92 tahun sudah semenjak para pemuda mengikrarkan sumpahnya untuk bersatu melepaskan Indonesia dari penjajahan. Setelah Indonesia merdeka, apa tugas para pemuda yang sekarang mereka pikul di pundaknya?

Setiap pemuda memiliki tujuan yang berbeda-beda. Warna yang menjadi karakter mereka tidak akan pernah bisa dituntut untuk menjadi sama. Akan tetapi, ada satu hal yang harus diketahui oleh ibu pertiwi, yaitu para pemuda mencintai bangsa ini dengan takaran yang sama, tetapi cara penyampaian yang berbeda.

Berikut adalah 5 kisah dari ratusan ribu kisah lainnya untuk membuktikan bahwa para pemuda akan tetap menjaga dan membela bangsa ini meskipun sudah patah hati untuk yang kesekian kalinya.

Kisah Dia yang Menjadi Relawan

Hashfi Khairuddin merupakan salah satu relawan Covid-19 yang sudah bertugas selama 7 bulan. Ia menjadi tim inti dalam program Relawan Covid-19, yaitu program kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI).

Dalam wawancaranya tanggal 24 Oktober lalu, ia menjelaskan tugasnya sebagai koordinator program gerakan 31 hari tantangan #SiapAdaptasi. Program ini fokus kepada edukasi masyarakat mengenai adaptasi kebiasaan baru. Pada awal pelaksanaannya, edukasi dilakukan secara online. Kegiatan baru dilaksanakan secara offline, saat pemerintah sudah mengumumkan kebijakan new normal.

Saat melaksanakan tugasnya, ia memilih untuk mengunjungi masyarakat kecil, seperti ke warung kopi dan penjual kaki lima. Fakta lapangan yang ia temukan adalah masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Akan tetapi, rasa abai tersebut juga ia temui di lingkungan terdekatnya.

Ia berharap seluruh elemen masyarakat dapat menyadari bahwa kesehatan adalah basis dari segalanya. Pemerintah juga harus lebih fokus terhadap isu kesehatan karena kesehatan berkaitan dengan produktivitas, hal tersebut juga berhubungan dengan kemajuan bangsa ini.

Kisah Dia yang Sadar Terhadap Lingkungan

Gema Maulana, mahasiswa Fikom Unpad angkatan 2015, adalah ketua dari Klub Aktivis Pegiat dan Pemerhati Alam (KAPPA). Ketika diwawancarai pada 25 Oktober kemarin, ia mengaku sudah hampir 5 tahun berfokus kepada isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan. Hal itu ia lakukan karena melihat banyaknya kegiatan yang sengaja atau tidak, dapat merusak alam.

Pada tanggal 1 Januari 2019, ia membuat akun instagram @MalesNaik. Pada saat itu, akun tersebut hanya bertujuan untuk mengangkat isu-isu kelestarian gunung terutama dari aspek kebersihan dan pola perilaku pendaki. Seiring berjalannya waktu, akun tersebut mengalami perubahan nama menjadi @malas.nyampah. Selain itu, target yang ingin dicapai menjadi lebih plural dalam ruang lingkup yang lebih luas.

Fokus utama dari @malas.nyampah adalah menyajikan ilustrasi-ilustrasi menarik yang dapat merubah pola pikir dan perilaku generasi muda dalam menyikapi isu lingkungan. Generasi muda harus mengerti bahwa apa yang mereka perbuat saat ini adalah apa yang akan mereka pertanggungjawabkan dan ajarkan kepada penerus bangsa selanjutnya.

Kisah Dia yang Menuntut Kesetaraan

Putri Indy Shafarina, mahasiswa Fikom Unpad angkatan 2019, menjabat sebagai kepala departemen penelitian dan kampanye dalam sebuah komunitas. Komunitas ini berfokus terhadap kesetaraan gender dan isu-isu perempuan lainnya, yaitu Girl Up Unpad.

Ketika diwawancarai pada 23 Oktober lalu, ia menjelaskan bahwa untuk mencapai kesetaraan, kita harus mengubah seluruh stigma tentang gender yang salah dalam masyarakat. Salah satunya, peran laki-laki dan perempuan di dalam rumah tangga.

Menurutnya, pembagian tugas antara keduanya bukanlah sesuatu yang padat, tetapi sesuatu yang cair sehingga dapat berubah atas persetujuan kedua belah pihak. Ia menganggap bahwa setiap gender memiliki hak dan peluang yang sama dalam segala bidang dan segala aspek kehidupan.

Hambatan yang ia dapatkan ketika sedang memperjuangkan kesetaraan gender adalah masyarakat belum memiliki pandangan yang sama terhadap isu ini. Selain itu, masih adanya tanggapan sinis bahwa feminisme memiliki tujuan untuk menjadi lebih dari laki-laki.

Di akhir wawancara, ia berharap setiap perempuan sadar bahwa mereka berhak atas tubuhnya, atas hidupnya, dan atas suaranya. Ia juga menegaskan bahwa kesadaran adalah langkah awal untuk mencapai kesetaraan gender.

Kisah Dia yang Haus Akan Pengalaman

Muhammad Alfin adalah mahasiswa Fikom Unpad angkatan 2016. Ketika diwawancarai pada 25 Oktober kemarin, ia menceritakan sedikit tentang pengalamannya membawa nama Indonesia ke luar negeri.

Program pertama yang ia ikuti adalah Harvard National MUN pada tahun 2018. Program tersebut merupakan konferensi simulasi sidang PBB tertua yang dikuti oleh mahasiswa dari berbagai negara. Program kedua adalah Tenri University Exchange Program pada tahun 2018. Ia mendapatkan beasiswa untuk pertukaran pelajar ke Jepang selama 6 bulan. Program ketiga adalah ASEAN Foundation Model ASEAN Meeting (AFMAM), ia mewakili Indonesia untuk mengikuti konferensi simulasi AFMAM di Thailand. Program terakhir adalah NUS Enterprise Summer Program selama 2 minggu di Singapura.

Empat tempat yang berbeda tentu akan menghasilkan berjuta kisah serta pengalaman yang tidak akan habis untuk diceritakan. Ia mengaku mendapatkan sedikit tantangan ketika harus memperkenalkan budaya Indonesia, dan di saat yang sama harus beradaptasi dengan budaya dari negara yang ia kunjungi.

Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat budaya Indonesia dalam dirinya luntur, malah semakin pekat. Di akhir wawancaranya, ia berharap bahwa para pemuda dapat memaksimalkan waktu yang dimiliki untuk mengembangkan diri dan memberikan manfaat untuk orang lain.

Kisah Dia yang Bersuara Melalui Tulisan

Ananda Bintang, mahasiswa FIB Unpad angkatan 2019, adalah seseorang yang aktif menulis untuk beberapa media. Melalui tulisannya, ia berteriak dengan sangat nyaring tentang keresahannya.

Ketika diwawancarai pada 25 Oktober kemarin, ia mengaku pernah mendapatkan beberapa komentar yang menyerangnya secara personal, seperti dalam tulisannya di Terminal Mojok yang berjudul “Jokowi Cuma Peduli Sama Gimmick Pakaian Adat, Bukan Masyarakat Adatnya”.

Saat artikel tersebut dimuat di akun instagram @mojokdotco, beberapa orang memberikan komentar yang melenceng dari isi tulisannya sehingga postingan tersebut harus di-take down. Melalui tulisannya tersebut, ia membuktikan sendiri bahwa “beberapa pihak” di negeri ini memang alergi terhadap kritikan. Ia juga sangat menyayangkan intimidasi yang diberikan baik itu oleh negara atau oleh masyarakat terhadap orang-orang yang menyuarakan pendapatnya.

Kejadian saat itu tidak akan membuatnya berhenti menulis. Karena memang tujuannya menulis adalah untuk membuka diskusi tentang pendapatnya kepada publik. Ia kemudian mengutip kalimat dari Pramoedya Ananta Toer,  “suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” Di akhir wawancaranya, ia mengingatkan bahwa literasi sangat penting untuk memajukan bangsa. Tanpa literasi, bangsa semaju apapun akan terlihat bodoh.

Penulis: Azzahra Firdaus
Editor: Ridzky Rangga Pradana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *