Gaya hidup dimaknai sebagai bentuk identitas bersama (kolektif) yang bergerak dinamis seiring berjalannya waktu. Ditinjau dari pengaruhnya, gaya hidup berfungsi dalam interaksi yang secara nyata cara-caranya tidak mudah dipahami. Sedangkan, fenomena urban erat kaitannya dengan tradisi dan modernitas. Hingga masyarakat urban identik dengan industrialisasi dan perilaku konsumtif sehingga menciptakan masyarakat yang modern atau sosialita.
Dalam artikel Town and Country, Robert L. Peabody menjelaskan definisi sosialita, yakni seseorang yang berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan menghabiskan sebagian atau banyak waktunya untuk menghibur sekaligus mendapatkan hiburan.
Jatinangor menjadi kawasan pusat Pendidikan yang tentu saja disinggahi oleh para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Di dalamnya terdapat empat perguruan tinggi, yakni IPDN, IKOPIN, Unpad, dan ITB Jatinangor. Hal inilah yang membuat kawasan Jatinangor menjadi sangat hidup sehingga banyak yang menyebutkan sebagai “kota kecil”, kota dengan sejuta kenangan bagi mereka yang merantau.
Di kawasan inilah, banyak dibangun tempat-tempat nongkrong, hiburan, dan lain-lain sebagai sarana untuk mereka yang penat dengan segala rutinitas kampus. Hal tersebut dianggap sebagai tanda kemajuan ekonomi suatu daerah. Akhirnya, mereka menyatu dari berbagai latar belakang, budaya, tradisi, suku dalam satu lingkup sehingga tempampang nyata perbedaan kebiasaan dari perilaku mereka.
Namun, pendapatan penduduk secara ekonomi menjadi bergantung pada mahasiswa hingga menimbulkan dampak negatif akibat sikap yang diambil oleh masyarakat. Mereka cenderung merasa pasrah atas segala tindakan, tingkah laku, dan sikap yang dilakukan oleh mahasiswa. Akhirnya, acapkali terjadi penyimpangan nilai dan norma karena segan untuk menegur, disinilah kontrol sosial tidak berjalan atau diterapkan dengan semestinya.
Ada salah satu tempat langganan nongkrong mahasiswa, yakni Putra Libas atau biasa dikenal dengan sebutan Lapo. Walaupun faktanya tempat tersebut bukan dari Batak, para mahasiswa tetap menyebut Warung Kopi Putra Libas dengan sebutan Lapo. Tidak hanya asal sebutan, penamaan “Lapo” pada Warkop Putra Libas ada cerita di baliknya. Bermula dari kebiasaan mahasiswa yang nongkrong dengan menyetel musik keras-keras, alhasil mereka berkomunikasi dengan suara yang lantang sambil memegang “minuman” di tangannya, layaknya tempat makan atau nongkrong di Batak, yang biasa dikenal dengan sebutan Lapo.
Berdasarkan penjelasan dari pemiliknya, penamaan Putra Libas sebenarnya “Putra Libasge”, Libasge sendiri merupakan singkatan dari “Lingkungan Barudak Sumber Gede”. Sebutan “Lapo” pada Warkop Putra Libas ini diketahui berasal dari propaganda mahasiswa Fikom Unpad yang akhirnya menyebar di kalangan mahasiswa, bahkan warkop ini lebih dikenal dengan penamaan tersebut.
Kehidupan malam Jatinangor diisi dengan kegiatan nongkrong mahasiswa. Ditinjau dari segi keaslian penduduknya, Jatinangor memang lebih banyak pendatangnya. Banyak dari mereka berasal dari kota atau bahkan desa. Maka, tidak menutup kemungkinan mereka memiliki perilaku yang berbeda. Berdasarkan pengakuan dari pemilik Lapo, ada dari mereka yang berperilaku kurang baik, tetapi dirinya juga mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka yang nongkrong masih mengikuti norma-norma yang berlaku atau masih berperilaku yang pantas.
Sebagai salah satu warkop yang buka selama 24 jam, “Lapo” sempat menjadi perbincangan warga sekitar. Bagaimana tidak? Suara lantang dari mereka yang nongkrong, musik, bahkan bercandaan yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak kerap terdengar di atas jam 11 malam. Namun, Pemilik Lapo mengatakan, sampai saat ini warungnya masih aman, warga sekitar lambat laun memaklumi perilaku mahasiswa. Banyak dari mahasiswa yang nurut apabila disuruh diam, tapi sebagian dari mereka juga yang bebal dengan seruan tersebut.
Nongkrong dijadikan alternatif mahasiswa sebagai hiburan untuk melepas penat setelah kuliah. Banyak dari mereka melampiaskan rasa stresnya dengan berbincang dan berkumpul bersama teman. Kehidupan malam Jatinangor diisi dengan nongkrong, berarti nongkrong adalah obat mahasiswa di kala pikiran penat atau bahkan hanya untuk mengisi kegiatan sehari-hari saja.
Penulis : Adelia Putri Rejeki
Editor : Aliya R. Putri
Desainer : Faradiva Maharani