Lestari Topeng dengan Ekspedisi

Topeng itu bergerak indah di atas panggung. Setelah menggunakan topeng, ia bukan lagi dirinya. Ia menjadi Klana. Gerakannya berubah menjadi tajam, hentakan kakinya tegas, dan siku-siku tubuhnya mengikuti irama lagu yang dimainkan nayaga, pemain musik pengiring tarian.

Topeng punya dua arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pertama, penutup muka yang terbuat dari kayu, kertas, dan sebagainya yang menyerupai muka orang, binatang, dan sebagainya. Kedua, kepura-puraan untuk menutupi maksud sebenarnya atau kedok. Namun di Cirebon, topeng berarti seorang dalang atau penari topeng. Jika bertanya pada salah satu penduduk di Cirebon tentang topeng, maka ia akan menjawab, “Oh Topeng Rasinah!”. Rasinah adalah penari topeng legendaris asal Indramayu yang wafat pada tahun 2010.

Tidak semua tarian berkedok disebut tari topeng. Hanya tarian berkedok dengan latar belakang cerita Panji yang disebut tari topeng. Selain itu, ada juga tarian berkedok lainnya seperti Berokan dan Wayangwong.

Dalam tradisi Tari Topeng Cirebon, ada lima topeng pokok yang ditampilkan, yaitu Panji, Pamindo atau Samba, Rumyang, Tumenggung atau Patih, dan Klana. Topeng Panji menggambarkan seorang bayi yang baru lahir dan masih suci. Kesucian itu digambarkan dengan warna putih pada topeng. Gerakan tari topeng panji pun halus, pelan, dan simple.

Sedangkan tingkat terakhir adalah Klana yang menggambarkan orang dewasa. Klana dapat berarti pemimpin yang dengan segala cara mendapatkan apa yang diinginkannya. Klana juga dapat diartikan orang dewasa yang berkelana. Gerakan topeng klana dinamis. Pada tahun 1960-an, tari Topeng Klana menjadi Tari Topeng Nasional oleh Ono Lesmana.

Bukan hal mudah untuk menjadi topeng. Gerakan indah tadi bukan buatan seminggu atau dua minggu. Jika monyet dilatih keras atau bahkan disiksa untuk melakukan atraksi topeng monyet. Maka pendidikan topeng – sebutan untuk dalang topeng atau penari topeng – pun sama kerasnya, tapi bukan disiksa. Bertahun-tahun lamanya. Pendidikan sang dalang topeng diisi dengan tirakat seperti puasa Senin-Kamis, puasa mutih (hanya boleh makan nasi putih dan air putih), mati geni (bertapa paling sebentar 3 hari, tidak makan, tidak minum, tidak buang air), ngabeuti, dll.

“Untuk menjadi seorang dalang itu, juga laku asketiknya macam-macam, dididik dari umur 7-9 tahun sampai dia pantas menjadi dalang”, jelas Toto Amsar Suanda, dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia Jurusan Tari Konsentrasi Tari Cirebon, pada Talkshow Ekspedisi Topeng, Kamis, 28 November 2013 di Auditorium Bale Santika Universitas Padjadjaran Jatinangor.

Acara talkshow tersebut hasil dari ekspedisi topeng yang dilaksanakan Lingkung Seni Sunda (Lises) Universitas Padjadjaran selama dua minggu di tiga kota, yaitu Sumedang, Cirebon, dan Bekasi. Ekspedisi dimulai di dua minggu awal Ramadhan, sekitar tanggal 10 Juli 2013 sampai seminggu sebelum lebaran, sekitar tanggal 24 Juli 2013.

Tim ekspedisi dibagi menjadi tiga tim. Dalam satu tim, ada penari, nayaga (pemain musik pengiring tari), dan dokumentasi. Dalam ekspedisi tersebut, ada tiga kegiatan, latihan tari topeng, dokumentasi, dan penelitian. Ekpedisi topeng ini tidak jauh berbeda dengan dokumentasi budaya yang biasa dilakukan, hanya ada perbedaan pada sistemnya.

“Bedanya kita mainin banyak orang, terus bagi-bagi tim serentak ke tiga kota,” jelas Edward Raynando Taliwongso atau biasa dipanggil Edu usai acara Talkshow Ekspedisi Topeng.

Kurang Arsip Budaya

Secara umum, budaya Indonesia belum terdokumentasikan secara baik. Tim Ekspedisi Topeng Lises Unpad pun mengakuinya. Dalam pra-riset ekspedisi, tim yang dipimpin Edu, mahasiswa Fakultas Pertanian Unpad, menghimpun data dari Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Barat dan beberapa literatur. Namun hasilnya, hanya beberapa tempat seperti Sumedang, Cirebon, dan Bekasi yang terdata memiliki tari topeng. Padahal ada beberapa kota lain seperti Indramayu, Karawang, bahkan Betawi.

“Itulah yang agak sulit sekarang, karena sistem dokumentasi atau sistem kaersipan kita di bidang seni budaya paling buruk”, ujar Toto.

Bukan hanya faktor kurangnya minat budaya, tapi juga para peneliti kesulitan menggali informasi dari para sesepuh topeng.

“Dalang sepuh itu susah. Ditanya malah gak jawab, tapi tiba-tiba pas ngobrol santai, malah cerita banyak tentang pengalamannya”, kisah Toto sambil tertawa, saat diwawancarai usai acara. Menurutnya, peneliti harus sabar dalam menggali informasi, dan mempersiapkan perekam setiap saat agar dapat merekam informasi yang keluar secara tiba-tiba itu.

Untungnya sekarang institusi dapat membantu dokumentasi dan arsip ini dengan penelitian-penelitian yang cukup intens. Lumayan banyak terkumpul juga sekarang. Tidak hanya di Tari Topeng Cirebon, tapi juga di semua jenis seni.

Pewarisan yang Terbatas

Keahlian menari topeng tidak dapat dimiliki begitu saja oleh semua orang. Kebanyakan pewaris tari topeng ini adalah keturunan dari dalang topeng. Contohnya, Aerli Rasinah yang mewarisi Tari Topeng langsung dari neneknya, Rasinah. Dulu, pewarisan Tari Topeng ini dilakukan secara vertikal, berdasarkan keturunan. Dari ayah ke anaknya, lalu berlanjut ke cucunya.

“Karena hanya keluarga lah yang punya waktu lama untuk belajar pada orang tuanya,” jelas Toto, yang sudah mempelajari Tari Topeng selama seperempat abad itu.

Dan tradisinya, Tari Topeng tidak diajarkan layaknya di sanggar tari saat ini, tapi dengan metode guru pangggung. Anak dalang topeng belajar langsung, melihat orang tuanya menari topeng di atas panggung. Secara tidak langsung, anak pewaris topeng tadi mengerti gerakan dan musiknya melalui ketajaman penglihatan, pendengaran, dan perasaannya. Dulu, seorang topeng hampir setiap hari manggung.

Setelah belajar dengan metode guru panggung itu, sang pewaris akan menjalani laku asketik seperti puasa Senin-Kamis, puasa mutih, mati geningabeuti, dan lain-lain. Di akhir, sebagai ujian, sang pewaris dibawa bebarang atau ngamen keluar kampung menari topeng. Selain sebagai ujian, bebarang ini juga menjadi ajang promosi seorang pewaris Tari Topeng yang baru. Namun sayang, di tahun 1960-an kegiatan ini dilarang pemerintah. Akhirnya, pewarisan ini berhenti.

Saat ini orang dari luar keturunan dalang topeng dapat mempelajari Tari Topeng. Di sini lah dimulai pewarisan secara horizontal. Tari Topeng diajarkan di sanggar dan sekolah tari, di perguruan tinggi, dan menjadi muatan lokal di sekolah dasar dan menengah.

Kuncinya adalah Ikhlas

Pada tahap pemula, seorang penari harus memegang prinsip tidak mundur jika diejek, dan tidak puas jika dipuji. Pemula harus terus belajar. Toto, sudah mempelajar Tari Topeng Cirebon sejak tahun 1967, dan bertemu dengan para sepuh dalang topeng. Saat Toto bertanya tentang kunci nopeng. Tidak pernah ada jawaban. Hingga suatu saat, di festival tari di Prancis tahun 2010, Toto baru mendapat jawabannya dari Rasinah. Kuncinya adalah Ikhlas dan pasrah. Setelah seorang penari bersabar dan bertawakal dalam berlatih, ia harus ikhlas dan pasrah, yakin bahwa skenario Tuhan lah yang paling baik.

Penari harus percaya pada kecerdasan ujung jari-jarinya, setiap sendi tubuhnya,  tempat ia berpijak, dan musik yang mengiringinya.

“Seniman teh pangjujur-jujurna dina panggung. Goreng katingali gorengna, alus katingali alusna”, kata Toto menutup wawancara. Kalimat itu berarti seniman itu paling jujur ketika berada di atas panggung. Jika jelek, maka terlihat jeleknya dan jika bagus, maka terlihat bagusnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *