Ketika sang fajar mulai menyinari langit Jatinangor dengan amat riang, segerombolan manusia tampak berjalan tergopoh-gopoh menghampiri sebuah kendaraan yang dalam sekejap bisa lepas dari pandangan. Dengan warna putih-biru menghiasi sekujur tubuh, kendaraan ini acapkali menjadi penentu apakah dirinya beruntung atau tidak untuk sampai di kelas tepat waktu. Selain itu, kendaraan ini menjadi incaran banyak calon ‘penghuni baru’ yang terkesima dengannya lewat ulasan sejumlah content creator. Yap, kendaraan tersebut akrab dijuluki sebagai Odong Unpad!
Namun ibarat pepatah tiada angin tiada hujan, Odong Unpad belakangan tengah mendapat perhatian serius oleh banyak mahasiswa yang kerap mengandalkannya sebagai salah satu transportasi utama di jam-jam perkuliahan. Mulai dari jumlah armada yang dianggap kian menyusut hingga mendadak dilakukan uji coba jalur tengah seakan-akan menimbulkan tanda tanya, kemanakah Odong lainnya berada? Atau, apakah benar salah satu angkutan kesayangan Anak Unpad ini sudah tak lagi disayang?
Hilang Tanpa Jejak
Seperti kita ketahui, angkutan Odong Unpad hadir sebagai salah satu sarana yang membantu mobilisasi mahasiswa maupun civitas akademika di lingkungan Kampus Unpad Jatinangor. Beroperasi setiap hari perkuliahan (Senin-Jumat) mulai pukul 7 pagi hingga 4 sore, Odong melintasi setiap fakultas yang berbeda sesuai dengan rumpun keilmuan, yakni Saintek dan Soshum. Keberadaannya dapat dilacak melalui situs Lacak Odong, secara on-time.
Eits, tunggu dulu! Meski terdengar cukup mengesankan di telinga, agaknya dalam beberapa tahun terakhir Odong acapkali mendapat banyak sorotan dari mahasiswa, terutama yang mengandalkan angkutan gratis ini pada jam-jam perkuliahan. Mulai dari tempat duduk yang kurang nyaman, jarak tunggu antar Odong yang begitu lama, hingga yang baru-baru ini menjadi trending topic di linimasa adalah jumlah armada yang tiba-tiba berkurang dan menghilang tanpa kejelasan.
Bahkan, kondisi tersebut semakin menjadi-jadi pada akhir Agustus 2023 lalu yang notabene merupakan awal perkuliahan Semester Ganjil di sejumlah perguruan tinggi tanah air. Ibarat simulasi war KRL ala komuter ibu kota, jangankan pada jam-jam sibuk atau rush hour — seperti pukul 7 pagi maupun 3 sore, di luar waktu tersebut banyak mahasiswa harus mengelus dada dan terlambat masuk kelas, akibat tidak mendapat kursi saat menaiki Odong.
Hal tersebut pernah dialami oleh Nona Amalia, salah satu mahasiswi Jurnalistik Unpad angkatan 2021, yang menjadi korban keterlambatan Odong, dan terpaksa harus mengikuti kelas berikutnya. Terlebih sebagai bagian dari kaum Pulang-Pergi atau PP, kesempatan dirinya untuk mengikuti kelas tepat waktu seakan musnah di tengah jalan dan menjadi sia-sia.
“Perihal Odong aja bisa bikin mahasiswa terlambat buat kuliah, padahal udah bela-belain jauh dateng dan nyisain waktu panjang, tetep aja keitungnya telat. Masa sih harus standby 1 jam sebelumnya di Halte Odong?” ungkapnya.
Tak hanya bagi kaum PP saja, mahasiswa Unpad yang notabenenya datang jauh dari perantauan juga merasakan hal serupa. Seperti Shirly Arayana, meski ia pernah menjadi korban war hingga ditepis oleh sesama ‘pejuang Odong’, bagi mahasiswi Jurnalistik Unpad angkatan 2022 ini, hal tersebut tidak melunturkan rasa bangga terhadap kampus tercinta, khususnya akan keberadaan Odong Unpad.
“Bagaimanapun keadaannya, aku (tetap) bangga Unpad punya fasilitas transportasi gratis yang dulu katanya berbayar,” ujarnya.
Meski merasa bangga terhadap Odong sejak menjadi maba Unpad, namun ia tentu tidak menutup mata dan ikut prihatin atas keluhan yang hingga kini masih menjadi perbincangan banyak mahasiswa. Bahkan dengan memanfaatkan platform media sosial TikTok, ia mencurahkan aspirasi sekaligus kritik melalui video hingga berhasil memancing atensi warganet hingga lebih dari 219 ribu penonton.
Sekalipun ada yang memuji hingga mencaci, Shirly menegaskan jika dirinya hanya sebatas ikut menyuarakan aspirasi mahasiswa Unpad yang harus ‘angkat tangan’ menghadapi keganasan Odong Unpad. Terlebih ketika unggahannya menjadi perbincangan hangat di berbagai linimasa selain TikTok, tak jarang berbagai sanjungan datang atas unggahannya itu.
“Seneng banget bisa fyp sampai sering ketemu sama mahasiswa lain yang tiba-tiba nyapa sambil bilang, ‘Wah, Mba-Mba Odong di TikTok ya?’ Bahkan, supir-supir Odong pun pada tau aku karena konten itu,” ungkapnya.
Tidak Seimbang
Tak bisa dipungkiri, polemik menghilangnya Odong Unpad belakangan ini erat hubungannya dengan ketidakseimbangan jumlah armada yang beroperasi dengan membludaknya para pengguna setiap harinya. Apalagi sebagai salah satu kampus bergengsi di Tanah Air, Universitas Padjadjaran membuka pintu selebar mungkin bagi para calon mahasiswa baru (camaba) untuk merasakan kuliah di Jatinangor.
Pada tahun ini saja, menurut Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad, Prof. Arief S. Kartasasmita, ada 8 ribu lebih mahasiswa yang diterima – dengan rincian 1.498 mahasiswa jalur SNBP, 2.986 mahasiswa jalur SNBT, dan 4.157 mahasiswa jalur SMUP. Sementara itu, Unpad juga menerima 1.194 mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PPMM) dan menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah. Laporan Tahunan Unpad 2022 mencatat ada 38.517 mahasiswa aktif hingga akhir tahun 2022 lalu. Jelas, banyaknya bukan main…!
Akan tetapi perlu dicatat, ketika ketidakseimbangan itu terjadi — maka kekhawatiran pun muncul terkait keselamatan para pengguna jika Odong dipaksa untuk melebihi kapasitas yang semestinya.
“Kalau masalah nyaman atau engga mah semua orang tau jawabannya, tapi khawatir banget oleng miring karena kelebihan kapasitas. Apalagi Mang Odongnya suka ngingetin ‘Neng, pindah ke sebelah kanan, Neng,’ deg-degan loh jujur kalau denger itu,” ujar Nona.
Serupa dengan Nona, Shirly pun juga berharap agar pihak Unpad sesegera mungkin membuka mata dan menambah jumlah armada Odong demi terciptanya kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya.
“Aku sangat-sangat berharap Odong dapat ditambah, sebab semakin banyak dan padatnya mahasiswa kita juga butuh fasilitas yang lebih memadai. Masa iya kita harus bergelantungan di Odong dan saling tepis-menepis atau keinjek satu sama lain,” ujarnya.
Perbaikan Secara Menyeluruh
Beberapa minggu terakhir, pihak Unpad mulai mencoba untuk membenahi satu-persatu fasilitas publik di area kampus, utamanya yang berkaitan dengan Odong. Mulai dari menerapkan aturan pemberhentian di setiap halte fakultas dan membuat tanda pemberhentiannya, maupun sempat menerapkan uji coba jalur tengah selama tiga hari, pada 11-15 September 2023 lalu.
Namun tetap saja, hal tersebut bukanlah sebuah solusi efektif yang menjadi dambaan seluruh pengguna Odong Unpad untuk mengatasi problematika ini. Sebab, mereka hanyalah menginginkan perbaikan secara menyeluruh terkait operasional Odong Unpad untuk menunjang mobilitas mereka selama di kampus, entah itu memperbanyak armada, jam operasional, maupun perbaikan waktu kerja (shifting) bagi para supir.
“Jangan sampe mahasiswa (jadi) kecapean pas mau siap belajar cuma karena harus jalan dari Gerlam sampai ke fakultas mereka. Sampe kelas bukannya fokus nyimak dosen, malah sibuk kipas-kipas diri karena gerah dan sakit kaki habis jalan jauh,” pungkas Nona. (**)
Penulis : David Kristian
Editor : Khairunnisa Mukinin
Desainer : Clarissa Z. R