Sudah tak asing di telinga kita, jika negara kita tercinta, Indonesia memiliki perairan yang begitu luas melebihi daratannya. Terlebih sebagai negara kepulauan yang memiliki kondisi perairan hangat akibat pertemuan dua samudera, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, jelas Indonesia memiliki potensi bahari begitu luar biasa dengan ragam jenis biota lautnya.
Selain itu, laut Indonesia juga merupakan tempat tinggal coral triangle yang menjadi penyangga terumbu karang di dunia, sekaligus melahirkan pariwisata bawah laut dan pesisir hingga terkenal di kancah mancanegara. Alhasil, bukan tanpa alasan jika penyanyi legendaris Tanah Air, Koes Plus sampai mengungkapkan bahwa tanah kita disebut sebagai “Tanah Surga” oleh khalayak ramai.
Meski demikian, apakah benar perairan kita sama indahnya dengan apa yang kita bayangkan?
Jawabannya, tentu saja tidak. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Santi Rukminita Anggraeni membeberkan sebuah fakta jika kondisi perairan di Indonesia, terutama di wilayah pesisir saat ini cenderung kumuh dan tidak sedap dipandang, akibat adanya wilayah permukiman bagi nelayan.
Selain itu, ombak laut yang menyapu pesisir biasanya membawa sampah kiriman dari daerah lain. Sehingga, tercemarnya tempat penangkapan ikan tentu mempengaruhi hasil tangkapannya.
“Ikan sangat rawan akan pencemaran,” ujar Santi.
Padahal kita ketahui bersama, ikan adalah makanan yang memiliki kandungan nutrisi tinggi. Di samping itu, hasil laut lain seperti udang merupakan komoditas ekspor utama di Indonesia. Meskipun komoditas ekspor memiliki kualitas yang lebih baik, tetap saja hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus agar terhindar dari pencemaran.
Berbicara tentang pencemaran laut dan hasilnya, pernahkah kalian berpikir dari mana titik asal dari permasalahan ini?
Lebih lanjut sebagai akademisi di bidang kelautan, Santi mengaku cukup kesulitan untuk mengidentifikasi masalah utama yang dihadapi oleh perairan di Indonesia. Menurutnya, setiap sektor kelautan memiliki masalah karena melibatkan banyak stakeholder di dalamnya, yakni pelaku perikanan, masyarakat umum, dan pemerintah.
Lebih lanjut, faktor ekonomi yang didorong oleh kebutuhan serta sifat serakah, nyatanya menjadi akar permasalahan dan melahirkan suatu kebiasaan sosial yang buruk. Terlebih bagi masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah, mereka akan cenderung cuek bebek dan lebih memikirkan bagaimana cara mereka untuk bertahan hidup.
Alhasil agar tidak semakin berlarut-larut, pendekatan demi meningkatkan kesadaran masyarakat sangat jelas dibutuhkan segera.
“Satu sikap lagi, ketidaktahuan dan ketidakpedulian dari masyarakat yang hidup di daratan atau tidak pernah melihat pesisir,” tambahnya.
Selain itu, masyarakat yang bermukim jauh dari pesisir juga perlu disadarkan akan bahayanya membuang sampah secara sembarang terhadap lingkungan. Sehingga, ketika mereka sudah paham akan risiko dampak yang timbul, maka tinggal sedikit ‘dipoles’ dengan menumbuhkan kepedulian tentang sampah.
Dengan demikian, tingginya kesadaran dan rasa peduli masyarakat ini juga dapat memberi dampak positif bagi pemanfaatan potensi laut di Indonesia. Hal tersebut dapat ditunjang oleh pembenahan infrastruktur dan manajemen investasi wilayah maritim yang baik, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara optimal.
Penulis : Luh Muni Wiraswari
Editor : David Kristian
Designer : Bethari D. Setia