Nangor Tak Ramah Pejalan Kaki, Ternyata BEM Kema Pernah Minta JPO?

Sebagai mahasiswa yang hidup di tanah rantau, Nadjwa perlu menghemat biaya hidupnya. Bepergian tanpa menyewa ojol adalah salah satu caranya untuk berhemat. Nadjwa biasa melintasi jalanan Jatinangor dengan berjalan kaki setiap harinya. Selain jalan kaki, Nadjwa juga biasa menumpang angkot ketika ia menempuh perjalanan yang cukup jauh.

Namun, ternyata jalan kaki bukan alternatif paling baik untuk bepergian. Nadjwa mengaku, bahwa terdapat banyak kesulitan yang ia lalui ketika berjalan di Jatinangor.  Kesulitan-kesulitan itu akhirnya mengganggu mobilitasnya dalam keseharian.

“Gak ada trotoar,” keluhnya.

Masalah trotoar mungkin sudah sangat terkenal di kalangan warga Jatinangor. Trotoar di Jatinangor sangat jarang. Kalaupun ada, kebanyakan sudah digunakan oleh pedagang kaki lima sehingga tidak layak untuk digunakan.

Nadjwa juga mengatakan bahwa ada banyak mobil yang parkir sembarangan. Hal ini membuat dirinya harus berjalan di bagian jalan raya. Padahal, kendaraan yang melintas di jalan raya berjumlah banyak dan berlalu dengan kencang.

“Agak takut sih, kalau dari belakang tiba-tiba ada kendaraan ngebut.”

Berbeda dengan Nadjwa yang tetap memilih jalan kaki untuk bepergian, Zulfa lebih sering menggunakan ojol. Dirinya merasa lebih aman ketika naik ojol daripada jalan kaki di Jatinangor. Berjalan di atas fasilitas lalu lintas yang belum memadai membuatnya merasa khawatir, terutama saat menyebrang. 

Saat Zulfa menyebrang, ada beberapa kendaraan yang tidak mau berhenti atau sekadar memperlambat kecepatannya. Padahal, mereka sadar bahwa ada pejalan kaki yang hendak menyebrang jalan. Kendaraan-kendaraan besar seperti truk juga menambah ketakutannya.

“Zebra cross di belokan gerlam tuh aneh banget.”

Menurut Zulfa, letak zebra cross terlalu mepet dengan belokan. Belokan di sebelah zebra cross menghalangi pandangan mata sehingga orang-orang yang ingin menyebrang harus maju untuk melihat kendaraan yang akan datang dari belokan. Zulfa juga menambahkan, bahwa jalanan menuju kosnya tidak pedestrian friendly karena tekstur jalannya yang tidak rata. Jalanan yang penuh batu dan lubang membuatnya tidak bisa menikmati perjalanan. Selain itu, lebar jalan juga terlalu sempit sehingga dirinya takut diserempet kendaraan.

 “Pilihannya antara aku mepet ke selokan atau berdiri di jalannya,” katanya.

Akses dan fasilitas jalan di Jatinangor sering menjadi perbincangan warganya, terutama mahasiswa yang tinggal di sini. Terdapat 4 perguruan tinggi yang terletak di Jatinangor. Di antaranya, yaitu IPDN, IKOPIN, ITB, dan Unpad. Jadi, tak heran jika Jatinangor padat akan mobilitas warganya, baik pejalan kaki maupun pengendara motor. 

Keresahan ini tentu menggerakkan lembaga eksekutif mahasiswa yang ada di Unpad. Pada Februari 2020 lalu, BEM Kema Unpad sempat membicarakan kebutuhan Jatinangor  atas JPO. Dalam akun Instagram resmi, mereka juga menyebutkan tiga alasan mengapa Jatinangor membutuhkan JPO. Alasan-alasan tersebut antara lain adalah banyaknya pejalan kaki, tingginya intensitas kendaraan besar yang berlalu-lalang, dan pusat komunitas yang akan segera diaktifkan untuk kegiatan mahasiswa. Sementara itu, hingga kini pejalan kaki di sekitar Unpad Jatinangor hanya dibantu oleh zebra cross untuk menyebrang.

Saat itu, Basoeki Hadimoeljono, Menteri PUPR Indonesia hadir di Unpad untuk meresmikan asrama bersama Rina Indiastuti, Rektor Universitas Padjadjaran. Pihak BEM pun mengambil kesempatan untuk berbincang dengannya dan mengusulkan tentang pembangunan JPO di sekitar Unpad. Ia menyampaikan bahwa JPO dapat dibangun apabila Rektor Universitas Padjadjaran membuat surat permohonan perihal permintaan dan keterangan tentang fasilitas ini. 

Nyatanya, hingga saat ini JPO masih belum dibangun. Fasilitas pejalan kaki di Jatinangor juga masih sering dikeluhkan. Nadjwa, sebagai seseorang yang sering berjalan kaki di Jatinangor, berharap agar ada perbaikan jalan sehingga jalanan menjadi lebih rapi.

Lalu, kira-kira kapan ya, jalanan di Jatinangor jadi pedestrian friendly?

Penulis : Luh Muni Wiraswari
Editor : Khairunnisa Mukinin
Desainer : Rinaya Triananda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *